Pentingnya Penerapan Aspek Hukum Dalam Pengelolaan dan Pengembangan Desa Wisata, Simak Penjelasannya
Suaraharian.net,Bogor
Dr. Nining Latianingsih, SH.MH, calon Guru Besar Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), menjelaskan pentingnya strategi penerapan aspek hukum dalam pengelolaan dan pengembangan desa wisata di Kabupaten Bogor.
Hal ini disampaikannya pada acara Forum Group Discussion (FGD) di hadapan kelompok masyarakat yang tergabung dalam Asosiasi Desa Wisata, di Hotel Ririn Bogor, Kamis (18/7).
Hadir dalam acara FGD, Ketua Jurusan Administrasi Niaga- PNJ, Dr.Dra. Iis Mariam, MSi; Kepala Bidang Daya Tarik Destinasi Dinas Kebudayaan Pariwisata Kabupaten Bogor, Yuliana Idris STP, MSi; Kepala Bagian Perundang- undangan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kabupaten Bogor, Adi Mulyadi, SH.MH; Ketua Asosiasi Desa Wisata Kabupaten Bogor, Abas Helmy yang didampingi dua stafnya Teja Purwadi dan Yosef; serta, perwakilan dari 10 desa yang tergabung dalam Asosiasi Desa Wisata Kabupaten Bogor, antara lain: Ajis (Desa Wisata Cipayung), Fajar Purnama (Desa Wisata Megamendung), Tano Dewis (Desa Wisata Neglasari), Lesmana Wijaya (Desa Wisata Tamansari), Robyansah (Desa Wisata Iwul), Soni Jaya Giri (Desa Wisata (Cisarua), Samsul Rizal (Desa Wisata Kota Batu), Rendi Fatkhurahman (Desa Wisata Tugu Utara), Euis. N (Desa Wisata Sipak), Anita (Desa Wisata Bojongrangkas).
Dr. Nining Latianingsih, SH.MH sebagai KetuaTim FGD didampingi oleh para anggota Tim: Dr. Narulita Syarweni. SE.ME; Risya Zahrotul Firdaus, SI Kom MSi, dan Arizal Pratama Putra BOM.MAB, serta dibantu oleh dua orang mahasiswa, Putri Fiana dan Mohamad Rohadi.
Dalam sambutannya, Ketua Jurusan Administrasi Niaga PNJ, Dr. Dra Iis Mariam, MSi menyampaikan bahwa kegiatan penelitian merupakan salah satu dharma dalam Tridharma Perguruan Tinggi yang wajib dilaksanakan oleh para dosen. Untuk meningkat ke jenjang guru besar, salah satu syaratnya adalah harus melakukan penelitian, yang mendapatkan pendanaan penelitian tingkat nasional.
Menurut Iis, untuk pengembangan desa wisata perlu menerapkan konsep Pentahelix, yaitu menerapkan penelitian dengan bekerjasama dan berkolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, badan usaha, masyarakat dan media massa.
Dalam sambutannya, Dr. Nining Latianingsih SH.MH menjelaskan bahwa tujuan diadakannya FGD adalah untuk menambah data dalam penelitian PAGB (Program Akselerasi Guru Besar). Menurutnya, desa wisata di Kabupaten Bogor mempunyai potensi yang sangat besar dalam meningkatkan ekonomi masyarakat desa.
Oleh karenanya perlu dilakukan pengembangan desa wisata secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspek hukum yang berlaku saat ini.
"Pelaksanaan kegiatan dalam mengelola desa wisata selalu berkaitan dengan aspek hukum, seperti hukum kontrak, hukum pendirian desa wisata, hukum hak milik atas tanah, hukum lingkungan. Juga hal lain yang terkait dengan desa wisata, misalnya penggunaan lahan yang akan dijadikan desa wisata, seperti perkebunan, keberadaan setu, dan sebagainya.
Pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Bogor
Menurut Kepala Bidang Daya Tarik Destinasi Pariwisata, Yuliana Idrus STP, MSi, bahwa pemerintah daerah setempat berkomitmen mendukung pengembangan desa wisata di Kabupaten Bogor. Salah satunya adalah dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati untuk setiap desa wisata di wilayah Kabupaten Bogor.
Lebih lanjut Yuliana menjelaskan, luas lahan Kabupaten Bogor 2968 Km dengan penduduk 5.489.536 jiwa (sumber: BPS 2022). Kabupaten Bogor memiliki 40 Kecamatan dan 416 Desa. Jumlah wisatawan yang datang dari dalam dan luar negeri sebanyak 12,7 juta di tahun 2023.
"Bahkan wisatawan domestik sekitar 357.698 wisatawan. Sejak tahun 2021 sudah bertumbuh 30 desa wisata. Dengan kondisi demikian, pertumbuhan desa wisata di Kabupaten Bogor dinilai sangat signifikan. Apalagi tren saat ini adalah wisatawan berubah tujuannya mencari wilayah pegunungan atau alam.
Saat ini, lanjut Yuliana, dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, tidak hanya pengelola desa wisata, juga dukungan masyarakat untuk mencintai wilayahnya dengan mengembangkan nya menjadi desa wisata. Dari 70 Desa Wisata di wilayah Kabupaten Bogor, 5 desa wisata masuk dalam kategori maju, sedangkan 9 desa wisata masuk kategori berkembang. Sementara yang lainnya berpotensi untuk dikembangkan.
Yuliana menambahkan, bahwa untuk menghadapi pertumbuhan desa wisata yang sangat signifikan, harus pula memperhatikan pentingnya memberikan jaminan keamanan.
Tahun 2024 sedang disusun Peraturan Bupati tentang pemberian Jaminan keamanan desa wisata. Paket desa wisata pun sedang dirancang untuk memudahkan promosi dan menarik pengunjung desa wisata di Kabupaten Bogor.
"Apalagi di Indonesia saat ini, baru Kabupaten Bogor yang memiliki Asosiasi Desa Wisata. Bahkan beberapa penghargaan telah diperoleh antara lain: Best Tourism Villages 2023, Anugerah Desa Wisata, Dewi Jawara Award 2022, dan Sustainable Tourism Award.
Peran Pemerintah Dalam Pengelolaan Desa Wisata
Menurut Kepala Bagian Perundang- Undangan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kabupaten Bogor, Adi Mulyadi, SH.MH, bahwa berdasarkan peraturan perundang- udangan, pemerintah akan terus berupaya menyempurnakan regulasi yang terkait desa wisata. Hal ini dilakukan agar desa wisata dapat berkembang dengan baik berdasarkan ketentuan perundang- undangan yang berlaku. Perihal desa wisata terkait dengan tujuan atau destinasi wisata diatur dalam Pasal 1 Ayat 6 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Kemudian diatur pula dalam Permenparekraf No.9 Tahun 2021 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, yang menyebutkan bahwa desa wisata adalah salah satu destinasi wisata.
Menurut Adi Mulyadi, terdapat empat kewenangan yang diberikan pemerintah kepada Kabupaten/ Kota untuk mengelola desa wisata. Tentang tata kelola ini tercantum pada Lampiran Pembagian Urusan Pariwisata dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Perihal Kewenangan Kabupaten/Kota dalam mengelola desa wisata mengacu pada pasal 30 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Berdasarkan aturan dan perundangan, maka Pemerintah Kabupaten Bogor dan Kabupaten/ Kota lainnya berwenang dalam melakukan penilaian dan penetapan desa wisata.
Menurut Adi Mulyadi, dengan berkembangnya desa wisata, maka akan ada perkembangan di sektor lain dan meningkatnya pendapatan daerah. Misalnya dari okupansi penginapan, membuka lapangan kerja, dan sebagainya. Seperti diketahui dalam Rencana Induk Pariwisata ada target yang harus dicapai, khususnya kenaikan jumlah pengunjung.
Peraturan Bupati Tentang Desa Wisata
Lebih lanjut Ketua Tim FGD, Dr.Nining Latianingsih, SH.MH menjelaskan, bahwa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan terutama Bagian Perundang- Undangan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kabupaten Bogor, tengah menyusun Rancangan Peraturan Bupati tentang Desa Wisata.
"Menurut informasi Rancangan Peraturan ini sudah disusun sampai tahap pembahasan akhir. Dari hasil FGD ini dapat diketahui berdasarkan penjelasan bagian perundang-undangan bahwa Rancangan Peraturan tersebut akan menghasilkan Surat Keputusan Desa Wisata yang nantinya akan ditanda tangani oleh Bupati, selanjutnya akan diajukan oleh Badan Musyawarah Desa (Bumdes), Koperasi atau Kelompok Sadar Wisata kepada Kepala Desa untuk dibahas dalam musyawarah desa.
Setelah itu Kepala Desa akan mengajukan ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk diverifikasi. Adapun contoh Peraturan tersebut antara lain: Rencana Pengembangan, Obyek Wisata. Namun, kata Nining, jika rancangan tersebut ditolak, maka dapat diajukan kembali setelah dilakukan penyempurnaan, yang kemudian akan ditanda tangani oleh Bupati.
"Saat ini terdapat 50 desa wisata rintisan Kabupaten Bogor yang berpotensi untuk dikembangkan. Disini dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk berkontribusi mengelola desa wisata.
Menurut Nining, dalam rancangan tersebut juga terdapat pembahasan peran pemerintah daerah untuk membina desa yang belum ditetapkan sebagai desa wisata ataupun yang sudah ditetapkan sebagai desa wisata.
Dijelaskan oleh Nining, bahwa dalam dokumen pengajuan desa wisata, bagi desa yang belum ditetapkan, haruslah terdapat data-data obyek wisata, pengunjung saat ini, perkiraan pengunjung, mitigasi bencana, rencana pengembangan desa ke depan dalam kurun waktu beberapa tahun. Sedangkan, lanjut Nining, bagi desa yang sudah ditetapkan sebagai desa wisata oleh Bupati, tetap harus dilakukan pembinaan berupa pembinaan manajerial, tata kelola lembaganya, promosi, dan sebagainya.
"Bentuk pembinaan berupa pelatihan, seminar, sumberdaya manusia, fasilitasi jaringan, pemasaran dan kemitraan.
Menurut Nining, monitoring dan evaluasi akan dilakukan tiap 6 bulan. Dalam hal ini, status desa wisata dapat dicabut jika tidak berkembang, atau bisa juga ditingkatkan klasifikasinya berdasarkan hasil evaluasi.
Untuk diketahui bahwa sumber pendanaan desa wisata dari APBN, APBDesa dan sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat, sehingga disarankan untuk tidak menarik restribusi parkir tanpa karcis, demikian ujar Nining mengakhiri wawancara.(Rls)